Untuk Tutupi Kerugian Rp10 Triliun Kasus Jiwasraya, Tambang Batubara PT GBU di Kutai Barat Itu Pun Disita

- 21 Mei 2022, 12:57 WIB
Kantor Asuransi Jiwasraya.
Kantor Asuransi Jiwasraya. /PMJ News

BALIKPAPAN CITY - Kasus maling uang rakyat senilai Rp10 triliun lebih pada PT Asuransi Jiwasyara (Persero) bergulir pada sita esekusi salah satu terpidana Heru Hidayat.

Heru Hidayat merupakan salah satu terpidana dengan hukuman penjara seumur hidup kasus Jiwasraya. Selain hukuman penjara, dia harus mengganti kerugian uang negara dan nasabah Rp10 triliun lebih.

Untuk menutupi uang negara yang dirampok, aset Heru Hidayat berupa tambang PT Gunung Bara Utama (GBU) di Kutai Barat dengan luas 5.350 hektare pun ikut disita.

Baca Juga: Sosok di Balik Lawak Legendaris Srimulat, Terbongkar dalam Film Hil Yang Mustahal

PT GBU diketahui saham terbesarnya dimiliki oleh PT Black Diamond Energy dan juga PT Batu Kaya Berkat. Dua perusahaan itu ternyata 99,99% sahamnya dimiliki oleh PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) dan Heru Hidayat sebagai Komisaris Utama.

Seperti dikutip Balikpapan City dari PMJ News, Sabtu 21 Mei 2022, Kejaksaan Agung menyita aset tambang milik terpidana Heru Hidayat seluas 5.350 hektare. Penyitaan dilakukan terkait kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi Jiwasraya.

Adapun pelaksanaan sita eksekusi dilakukan oleh tim Kejaksaan Agung (Kejagung) dan tim jaksa eksekutor Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus).

Baca Juga: Update Covid-19: Berau, Bontang, Samarinda, Kukar Masuk Zona Hijau, Balikpapan Bertahan Zona Kuning

"Aset milik terpidana Heru Hidayat yang dilakukan sita eksekusi berupa seluruh areal tambang yang berada di PT Gunung Bara Utama (GBU) seluas 5.350 hektare area yang di dalamnya, termasuk area produksi tambang, terminal khusus (jetty), seluruh stockpile dan area perkantoran," kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Jumat, 20 Mei 2022.

Sita eksekusi itu dilakukan untuk melaksanakan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 2931 K/Pid.Sus/2021 tanggal 24 Agustus 2021, yaitu putusan pidana tambahan yang dijatuhi untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp10.728.783.375.000.

Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Baca Juga: Pembobol ATM Modus Skimming Beraksi Lagi, Bank Rugi Rp1,2 Miliar, Polisi Tangkap Warga Negara Latvia

Sebelumnya diberitakan, Heru Hidayat dihukum seumur hidup bersama-sama dengan Benny Tjokrosaputro selaku Komisaris PT Hanson International Tbk dalam kasus korupsi Jiwasraya. Vonis itu pun sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

Mahkamah Agung (MA) telah menolak kasasi yang diajukan mereka. Dengan penolakan kasasi ini, putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menjadi berkekuatan hukum tetap, yakni keduanya juga dijatuhi vonis membayar uang pengganti sebesar Rp16 triliun lebih.

Kementerian BUMN Percayakan PT Bukit Asam

Sementara itu, berdasarkan data yang diperoleh BalikpapanCity dari laman duniatambang.co.id, Kejagung melimpahkan segala operasional GBU ke Kementrian BUMN. Selanjutnya Kementrian BUMN mempercayakan PT Bukit Asam untuk melakukan pengawasan dan pengelolaan asset pada PT GBU.

PT Gunung Bara Utama diketahui saham terbesar PT GBU dimiliki oleh PT Black Diamond Energy dan PT Batu Kaya Berkat. Kedua PT belakangan diketahui hampir 100 persen sahamnya dimiliki oleh PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM). Sementara Heru Hidayat sebagai Komisari Utama PT TRAM.

Imbas dari penyitaan tambang PT GBU menimbulkan polemik baru. PT Adaro Energy Tbk (ADRO) mengatakan bahwa pihaknya masih memiliki hak dan kepentingan terhadap tambang Gunung Bara Utama.

Hal tersebut bermula saat Adaro memberikan pinjaman kepada pihak TRAM sejumlah US$ 100 juta dengan bunga 12% per tahun untuk keperluan pembangunan jalur pengangkutan batubara dari tambang milik GBU ke tambang milik ADRO. Pinjaman tersebut mengharuskan pihak TRAM memberikan jaminan kepada pihak Adaro berupa saham GBU.

Pihak Adaro pun mengatakan bahwa perjanjian pinjaman tersebut sudah dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 9 Juli 2019. Dengan berlandaskan hal tersebut, Adaro akan mengambil langkah-langkah untuk mempertahankan hak dan kepentingannya yang masih ada di PT GBU.***

Editor: Tri Widodo

Sumber: PMJ News


Tags

Terkait

Terkini

x