Kompolnas Sebut Kasus Tambang Emas Liar Oknum Polisi Briptu HSB Kejahatan Korporasi

- 20 Mei 2022, 09:12 WIB
Polda Kaltara menggelar jumpa pers penangkapan oknum polisi Briptu HSB pemilik tambang emas liar di Desa Sekatak, Bulungan, Kaltara.
Polda Kaltara menggelar jumpa pers penangkapan oknum polisi Briptu HSB pemilik tambang emas liar di Desa Sekatak, Bulungan, Kaltara. /Polda Kaltara/Balikpapan City


BALIKPAPAN CITY - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menaruh perhatian besar pada kasus oknum polisi HSB pemilik tambang emas liar di Kalimantan Utara (Kaltara). Kasus ini sedang dilakukan penyidikan oleh Dirkrimsus Polda Kaltara.

Kompolnas menilai, kasus HSB sudah menjadi perhatian nasional dan termasuk kasus besar. Kompolnas pun mengecek langsung ke Kaltara dan mendatangi beberapa lokasi yang menjadi barang bukti.

Selain itu, Kompolnas menilai, kasus HSB tidak berdiri sendiri, melainkan termasuk dalam kejahatan korporasi. Polri diminta profesional menangani kasus ini hingga tuntas.

Baca Juga: Harga Minyak Goreng Belum Sentuh Rp14 Ribu per Liter, Pemerintah Buka Ekspor Senin 23 Mei 2022, Ini Alasannya

Seperti diketahui, Briptu HSB ditangkap di Bandara Internasional Juwata Tarakan Rabu (4/5). Sebelumnya,
Polda Kaltara pada Kamis (21/4) mengamankan barang bukti kasus tambang emas liar di Desa Sekatak Buji Kecamatan Sekatak Kabupaten Bulungan.

Dalam penyidikan terungkap, Briptu HSB diduga terlibat kepemilikan bisnis ilegal seperti baju bekas dan narkotika. Yang kemudian ditemukan 17 kontainer berisi pakaian bekas.

"Ini kejahatan korporasi tidak hanya satu orang, tapi banyak orang makanya kita harus hati-hati betul," kata Ketua Tim Kompolnas Albertus Wahyurudhanto, di Pelabuhan Malundung, Tarakan, Kalimantan Utara, Kamis, 19 Mei 2022.

Baca Juga: Prediksi Pertandingan antara Real Madrid vs Real Betis Tanggal 21 Mei 2022

Kedatangan Kompolnas ke lokasi barang bukti 17 kontainer berisi pakaian bekas milik HSB untuk meninjau lokasi kasus yang menonjol

"Kasus menonjol itu bisa buruk, bisa baik. Kasus ini sudah ke tingkat nasional karena terkait tambang ilegal di mana tambang ilegal itu menjadi keprihatinan kita karena yang ditangkap adalah oknum anggota Polri," kata Albertus.

Kompolnas menjelaskan, terkait dugaan keterlibatan dari internal dan eksternal di lingkungan Polri, masih menunggu keterangan saksi ahli.

"Oleh karena itu, keterangan saksi ahli sangat penting, syarat utama dua alat bukti harus terpenuhi terlebih dahulu," kata Albertus sembari menambahkan jangan sampai dalam kasus besar ini ada praperadilan.

Baca Juga: Luis Diaz akan Menjadi Pemain Kunci Liverpool untuk Menjuarai Liga Inggris 2021/2022

"Kasusnya naik ke penyidikan, tadi ada informasi Dirkrimsus Polda Kaltara akan ke Jakarta mendengarkan keterangan saksi ahli perdagangan dan pidana untuk memastikan penetapan pasal."

"Kami ini mengawal karena tugas Kompolnas mempunyai kewajiban mengawal sesuai perintah undang-undang untuk mengawal posisi Polri yang profesional dan mandiri," katanya.

Ia mengatakan Briptu HSB bisa dijerat Undang-Undang Perdagangan, Undang -Undang Perlindungan Konsumen, dan TPPU namun kepastiannya nanti saksi ahli yang memberikan penjelasan dan gelar perkara, kata Albertus.

Kompolnas Minta Polri Profesional Tangani Kasus HSB

Kompolnas meminta Polri secara profesional menuntaskan kasus Briptu HSB yang terlibat kepemilikan bisnis ilegal di Kalimantan Utara, dengan mengusut pihak-pihak lain yang diduga terlibat, termasuk dari unsur kepolisian.

Sementara itu, anggota Kompolnas Poengky Indarti menduga, sebelumnya mengatakan Briptu HSB tidak berdiri sendiri dalam menjalani bisnis ilegal-nya, hingga dijuluki “crazy rich” Polisi.

"Jika ada anggota Polri lainnya yang terlibat harus diproses hukum hingga tuntas," kata Poengky kepada ANTARA saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Poengky mengatakan perlu diselidiki siapa saja yang terlibat. Selain itu, perlu diselidiki juga kemungkinan dugaan tindak pidana lainnya yang dilakukan oleh Briptu HSB.

Selain profesional, Poengky berharap penyidikan terhadap kasus Briptu HSB dilakukan secara transparan dan akuntabel, memaksimalkan dukungan penyidikan berbasis ilmiah (Scientific crime investigation) serta bekerja sama dengan institusi lainnya seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPAT) serta KPK.

"Kami mengharapkan polda-polda lain juga menyelidiki kemungkinan adanya anggota Polri yang membengkingi tambang-tambang ilegal agar dapat diproses hukum secara tuntas," ucapnya.

Dalam menuntaskan perkara ini, kata Poengky, diperlukan pula peran serta masyarakat untuk segera melaporkan kepada Propam Presisi jika diduga ada anggota-anggota Polri lain yang “nakal”.

"Institusi Polri harus kita jaga bersama, jangan sampai ada yang menggerogoti dari dalam," ujarnya.

Poengky mengapresiasi Polda Kaltara yang berhasil melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus dugaan tambang emas ilegal dan menangkap para tersangka termasuk Briptu HSB.

Dari pengembangan kasus tersebut, diduga Briptu HSB juga terlibat dalam beberapa kasus dugaan pidana, sehingga dijerat pasal berlapis di antaranya pasal-pasal dari Undang-Undang Minerba, Undang-Undang Perdagangan serta UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Menurut Poengky, mencari penghasilan tambahan bagi anggota Polri tidak diharamkan, mengingat gaji aparat penegak hukum nisbi kecil. Namun, mencari penghasilan dari perbuatan-perbuatan melawan hukum tidak dibenarkan.

Ia mengatakan sebagai aparat penegak hukum, Briptu HSB harus taat hukum. Jika sampai diduga melakukan kerja-kerja yang melawan hukum, hal tersebut tidak bisa dibenarkan dan harus diproses pidana.

“Harus diakui memang gaji polisi kecil, tapi yang bersangkutan (Briptu HSB) tidak bisa menggunakan dalih gaji kecil dengan melakukan tindakan ilegal,” ujarnya.

Poengky mendukung upaya kepolisian menindak tegas Briptu HSB yang diduga melakukan tindak pidana melanggar beberapa aturan hukum. Perbuatannya itu layak diberi sanksi pidana dan sanksi etik Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH).

"Jika terbukti, yang bersangkutan layak dihukum pidana dan dikenai sanksi etik PTDH," katanya.

Atas kegiatan ilegal itu, HSB juga dijerat Pasal 112 juncto Pasal 51 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Termasuk Pasal 51 ayat (2) juncto Pasal 2 ayat (3) huruf d Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dari Barang Dilarang Impor, dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.

Juga dijerat Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun.

Atas kasus tambang emas ilegal milik HSB sebelumnya pada 30 April 2022, penyidik telah menangkap 5 orang lain yakni MI (koordinator), HS alias Eca (mandor), M alias Maco (penjaga bak), BU (sopir), dan I (sopir truk sewaan).

Adapun alat bukti yang sudah diamankan mencakup 3 unit ekskavator, 2 unit truk, 4 drum sianida, dan 5 karbon perendaman.***

Editor: Tri Widodo

Sumber: ANTARA


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x