Ganjar Pranowo Selamat dari Jerat Kasus KTP-el, KPK: Belum Ditemukan Bukti Keterlibatan

- 28 April 2022, 23:50 WIB
Ganjar Pranowo
Ganjar Pranowo /Humas Jateng



BALIKPAPAN CITY - Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo selamat dari jeratan kasus KTP-elektronik (KTP-el), menyusul pernyataan KPK terbaru.

Beberapa pihak mendesak KPK untuk memanggil Ganjar Pranowo dalam Kasus KTP-el yang menyeret Setya Novanto. Di fakta persidangan, terungkap para pelaku lain yang menikmati uang negara miliaran rupiah.

Ketua KPK menegaskan sampai hari ini belum menemukan cukup bukti keterlibatan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.

Baca Juga: Kasus Investasi Bodong Robot Trading DNA Pro: Billy Syaputra Mengaku Mobil Alphard Dibeli Steven Richard

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pada Mei 2019 pernah dipanggil KPK sebagai saksi. Ganjar mengaku ditanya soal proses pembahasan anggaran proyek pengadaan KTP-el.

Seperti dikutip Balikpapancity.com dari Antara,
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menemukan cukup bukti keterlibatan Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo dalam kasus dugaan korupsi pengadaan KTP-elektronik (KTP-el).

"Sampai hari ini, tidak ada bukti yang mengatakan bahwa yang disebut tadi (Ganjar Pranowo) melakukan suatu peristiwa pidana. Kalau ada kami bawa, tetapi kan sampai hari ini tidak ada," kata Ketua KPK Firli Bahuri, di Jakarta, Kamis.

Baca Juga: Jadwal Imsyakhiyah dan Buka Puasa 27 Ramadhan 1443 H, 29 April 2022 di IKN, PPU, Balikpapan, Samarinda, Kutim

Firli menanggapi adanya desakan agar KPK mengusut kembali nama-nama yang disebut dalam perkara KTP-el, salah satunya Ganjar Pranowo.

Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa lembaganya bekerja sesuai dengan kecukupan bukti. Ia mencontohkan jika ada seseorang yang diduga terlibat dalam peristiwa pidana, namun tidak cukup bukti maka harus dihentikan.

Baca Juga: Arus Mudik Dari Samarinda: 1.900 Penumpang Mudik Naik KM Aditya Tujuan Parepare, Ratusan Tak Terangkut
"Tidak boleh kami menetapkan seseorang menjadi tersangka tanpa ada bukti. Justru kalau seandainya kami menyebut seseorang tanpa ada bukti itu keliru, inilah namanya kepastian hukum dan inilah juga namanya kepastian keadilan," ujar Firli.

Selain itu, ia juga menegaskan KPK bekerja sesuai dengan aturan perundangan-undangan.

"KPK jangan merupakan bagian daripada isu yang dibuat oleh sumber yang tidak jelas. Yang pasti adalah KPK bekerja sesuai dengan aturan perundang-undangan," kata Firli.

Sebelumnya pada Agustus 2019, KPK menetapkan empat tersangka baru dalam pengembangan kasus korupsi pengadaan KTP-el, yaitu mantan Direktur Utama Perum PNRI Isnu Edhi Wijaya (ISE), anggota DPR RI 2014-2019 Miryam S Haryani (MSH), mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP-el Husni Fahmi (HSF), dan Paulus Tannos (PLS) selaku Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra.

Baca Juga: Perburuan Pelanggar Larangan Ekspor Bahan Baku Minyak Goreng: TNI AL Amankan 2 Kapal Tanker Angkut CPO

Keempatnya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Seperti diketahui konstruksi perkara proyek KTP-el yang dimulai pada 2011, tersangka Paulus Tannos diduga telah melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor, tersangka Husni dan tersangka Isnu di sebuah ruko di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan.

Dalam hal ini, tersangka Husni bertindak sebagai Ketua Tim Teknis dan juga panitia lelang.

Pertemuan-pertemuan tersebut berlangsung kurang lebih selama 10 bulan dan menghasilkan beberapa output, di antaranya adalah standar operasional prosedur (SOP) pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis yang kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), dimana pada 11 Februari 2011 ditetapkan oleh Sugiharto selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kemendagri.

Tersangka Paulus Tannos juga diduga melakukan pertemuan Andi Agustinus, Johannes Marliem, dan tersangka Isnu untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar 5 persen, sekaligus skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR dan pejabat Kemendagri.

Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp145,85 miliar terkait proyek KTP-el tersebut.***

Editor: Tri Widodo

Sumber: ANTARA


Tags

Terkait

Terkini

x