Hati-Hati Kasus TPPO Berkedok Magang Mahasiswa ke Jerman, Ada Pihak Kampus yang Terlibat

20 Maret 2024, 15:55 WIB
Ilustrasi TPPO. /Pixabay/ 愚木混株 Cdd20/

PIKIRAN RAKYAT BALIKPAPAN - Kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus operandi program magang untuk mahasiswa ke Jerman atau ferienjob berhasil terbongkar.

Kasus ini terbongkar setelah adanya laporan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Jerman terkait empat mahasiswa yang datang ke KBRI karena adanya magang tersebut.

"Para mahasiswa dipekerjakan secara non-prosedural sehingga mengakibatkan mahasiswa tereksploitasi," kata Direktur Tipidum Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Djuhandani Rahardjo pada Rabu, 20 Maret 2024, dikutip dari Antara.

Baca Juga: Kades di Tangerang Pecat 21 Ketua RT dan 6 Ketua RW, Emosi Anak Kalah Pileg 2024

Dia menjelaskan bahwa ada lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka, terdiri atas tiga orang perempuan dan dua orang laki-laki.

Tersangka perempuan, yakni ER alias EW (39), A alias AE (37) dan AJ (52). Sedangkan laki-laki, inisial AS (65) dan MZ (60). Dua dari lima tersangka saat ini masih berada di Jerman (ER dan A). Beberapa dari tersangka merupakan pihak kampus.

Terkait kronologi kasus ini, Djuhandani menjelaskan, dari keterangan keempat mahasiswa yang mengikuti program ferienjob di Jerman, dilakukan pendalaman.

"Hasil yang didapatkan dari KBRI bahwa program ini dijalankan oleh 33 universitas yang ada di Indonesia dengan total mahasiswa yang diberangkatkan sebanyak 1.047 mahasiswa yang terbagi di tiga agen tenaga kerja di Jerman," ujarnya.

Informasi dari KBRI di Jerman ditindaklanjuti oleh penyidik Satgas TPPO Polri melakukan penyelidikan dan penyidikan.

Dari hasil penyidikan terungkap beberapa fakta, yakni mahasiswa awal mula mendapat sosialisasi program magang ke Jerman dari CV GEN dan PT SHB.

Pada saat pendaftaran, mahasiswa dibebankan membayar uang pendaftaran Rp150 ribu ke rekening atas nama CV GEN dan juga membayar sebesar 150 Euro (sekitar 250 ribu lebih) untuk pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB.

"Karena korban sudah diterima di agency runtime yang berada di Jerman dan waktu pembuatannya selama kurang lebih dua minggu," ujarnya.

Setelah LOA tersebut terbit, para mahasiswa yang menjadi korban diminta membayar sebesar 200 Euro (sekitar Rp3,5 juta) kepada PT SHB untuk pembuatan approval otoritas Jerman (working permit) dan penerbitan surat tersebut selama 1-2 bulan.

"Ini nantinya menjadi persyaratan dalam pembuatan visa," kata Dju.

Selain itu, lanjut dia, para mahasiswa dibebankan menggunakan dana talangan sebesar Rp30 juta- Rp50 juta yang nantinya akan dipotong dari penerimaan gaji setiap bulannya.

Tidak hanya sampai di situ, para mahasiswa setelah tiba di Jerman langsung disodorkan surat kontrak oleh PT SHB dan working permit untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman.

"Surat dalam bentuk bahasa Jerman yang tidak dipahami oleh para mahasiswa," katanya.

Adalah karena para mahasiswa sudah berada di Jerman, mau tidak mau menandatangani surat kontrak kerja dan working permit tersebut.

Di mana, dalam kontrak kerja, tertuang biaya penginapan dan transportasi selama berada di Jerman, dibebankan kepada para mahasiswa yang nantinya akan dipotong dari gaji yang didapatkan para mahasiswa.

Mahasiswa yang menjadi korban melaksanakan ferienjob tersebut dalam kurun waktu selama tiga bulan dari Oktober 2023 sampai dengan Desember 2023.

Selain itu, Polri juga menyelidiki bahwa program magang ferienjob tersebut masuk dalam program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang menjanjikan dapat dikonversikan ke 20 satuan kredit semester (SKS). Hal ini tertuang dalam MoU yang ditandatangani oleh PT SHB menjalin kerja sama dengan universitas.

"Kemendikbud menyampaikan bahwa program ferienjob bukan merupakan bagian program MBKB dari Kemendikbud," katanya.***

Editor: Ikbal Tawakal

Tags

Terkini

Terpopuler