Ada berbagai inisiatif hari ini yang berusaha untuk menentukan kebenaran tentang masa kelam dalam sejarah modern Indonesia ini.
Sementara itu, di Filipina, usulan untuk mengubur Marcos di pemakaman pahlawan, terus menjadi isu yang memecah belah.
Seperti Suharto, Marcos memerintah sebagai orang kuat selama dua dekade sampai dia digulingkan oleh pemberontakan 'Kekuatan Rakyat yang damai pada 1986.
Marcos mendeklarasikan Darurat Militer pada 1972 untuk menyelamatkan republik dari ancaman komunis, tetapi para pesaingnya berpikir itu hanya tipuan untuk memperpanjang masa jabatannya.
Marcos dituduh menggunakan militer untuk mengintimidasi oposisi.
Ribuan orang menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia, seperti penyiksaan, penangkapan tidak sah, penghilangan paksa, dan pembunuhan di luar proses hukum.
Marcos juga diketahui telah mengumpulkan harta haram yang dipercayakannya kepada kroni dan anggota keluarga.
Ketika meninggal pada 1989 di Hawaii, jenazahnya dikebumikan di makam pribadi ber-AC di provinsi asalnya, sementara keluarganya terus mencari pemakaman pahlawan di Manila.
Pendukung Marcos menyebut tahun-tahun Darurat Militer sebagai 'zaman keemasan' Filipina, karena negara itu, konon, menikmati perdamaian dan ledakan ekonomi.
Mereka menambahkan bahwa sebagai mantan tentara Perang Dunia II dan presiden terpilih, Marcos berhak dimakamkan di pemakaman pahlawan.