Monarki Spanyol Terancam Bubar, Efek Negatif Kematian Ratu Elizabeth II Bagi Dunia

- 19 September 2022, 00:59 WIB
Raja dan Ratu Spanyol bersama Putri Mahkota Leonore dan (kiri) dan adiknya Sophia.
Raja dan Ratu Spanyol bersama Putri Mahkota Leonore dan (kiri) dan adiknya Sophia. /


BALIKPAPAN CITY - Tuntutan rakyat terkait pergantian sistem pemerintahan monarki ke republik mulai melanda negara-negara kerajaan di Eropa.

Pada Minggu, 11 September 2022, kedatangan peti jenazah Ratu Elizabeth II di Ediburgh, Ibukota Skotlandia, diwarnai aksi demo seorang warga.

Warga yang kemudian ditangkap ini menyerukan pembubaran monarki Inggris yang kini diperintah oleh Raja Charles III.

Sementara dari Australia, salah satu negara Persemakmuran Inggris, muncul suara tentang berdirinya Repubik Australia.

Baca Juga: Raja Charles III Diprediksi tak Akan Miliki Wibawa, Berlakunya Kutukan Putri Diana yang Disia-siakan

Di negara kerajaan lain, Spanyol, pemerintahan Raja Felipe dan Letizia, yang naik tahta pada 2014, juga dibawah bayang-bayang ancaman pembubaran monarki.

Karena itu, dilansir daru stasiun televisi Prancis, Euro News, Selasa, 9 Agustus 2022, Raja dan Ratu Spanyol sekarang ini lebih banyak menghindari media massa.

Sebutlah ketika Ratu Letizia merayakan ulang tahunnya yang ke-50, di balik gerbang emas Istana Zarzuela, dekat Madrid akhir Agustus 2022.

Ratu Letizia tidak ingin sorotan media dunia melihat sekilas perayaan tersebut, menurut prediksi pengamat.

Baca Juga: Negara-negara Persemakmuran Kian Bimbang Pasca Kematian Ratu ELizabeth II, Desakan Mendirikan Republik Menguat

Keriuhan seputar perayaan ulang tahun ratu telah memusatkan perhatian ke caran untuk membantu mengubah nasib keluarga kerajaan.

Sebuah industri rumahan kecil bermunculan dengan buku-buku yang diterbitkan untuk menandai ulang tahun itu.

Ratu Letizia adalah bintang dari serial dokumenter baru-baru ini tentang keluarga kerajaan.

Serial berjudul 'Los Borbones (The Bourbons)' ini dan serentetan profil surat kabar telah mengikuti sorotan terhadap keluarga Kerajaan Spanyol.

Baca Juga: Meninggalnya Ratu Elizabeth II Bagi Negara-negara Bekas Jajahan: Permintaan Maaf yang tak Pernah Terucap

Ketika Raja Felipe dan Letizia naik tahta pada 2014, monarki telah jatuh ke tingkat popularitas terendah.

Ini terjadi sejak pemulihan demokrasi pada 1975 setelah kematian diktator Jenderal Francisco Franco.

Mantan Raja Juan Carlos turun tahta setelah serangkaian skandal keuangan dan pengungkapan tentang wanita yang tidak dinikahinya.

Setelah meninggalkan takhta, mantan raja berusia 84 tahun itu menghadapi tiga penyelidikan yudisial atas tuduhan korupsi yang akhirnya ditangguhkan.

Juan Carlos telah menghabiskan dua tahun di pengasingan di Uni Emirat Arab (UEA).

Dia meninggalkan Spanyol pada 2020 di tengah awan skandal keuangan.

Ketika kembali ke Spanyol sebentar musim panas ini, dia tampak bingung.

Ini terjadi ketika wartawan bertanya apakah dia ingin meminta maaf kepada orang Spanyol atas perilakunya.

Juan Carlos masih menghadapi persidangan tahun depan di London.

Hal ini setelah mantan kekasihnya, Corinna zu Sayn-Wittgenstein menuduhnya melecehkan dia dan anak-anaknya di ibu kota Inggris selama bertahun-tahun.

Pengacara untuk mantan raja mengklaim dia kebal dari penuntutan.

Ini karena Juan Carlos adalah anggota keluarga kerajaan.

Tetapi, seorang hakim Pengadilan Tinggi di London menolak klaim ini.

Juan Carlos diberikan izin parsial untuk mengajukan banding atas peristiwa sebelum 2014 ketika dia menjadi raja.

Pengacara zu Sayn-Wittgenstein menambahkan bahwa sebagian besar kasusnya berkaitan dengan dugaan peristiwa setelah 2014.

Namun, pengacara Juan Carlos ini lebih lanjut tidak ingin berkomentar .

Juan Carlos dihormati karena caranya mengarahkan Spanyol dari kediktatoran ke demokrasi, dan mundur dari kudeta militer yang gagal pada 1981.

"Juan Carlos sekarang ini lebih bertanggung jawab kepada kaum monarki," kata Pilar Eyre.

“Apa pun yang dilakukan Felipe, dia selalu dipermalukan oleh ayahnya,” lanjut penulis serangkaian buku tentang monarki Spanyol.

Ketika naik takhta, Raja Felipe mulai memperkenalkan reformasi.

Dia juga berusaha mencegah terulangnya skandal yang juga melibatkan saudara perempuannya sendiri, Putri Cristina.

Pada 2017, dia diadili bersama suaminya Iñaki Urdangarin.

Ini karena tuduhan penggelapan, dan dia dipenjara selama lima tahun, dan baru keluar dari penjara tahun lalu.

Adapun kekuatan Ratu Letizia adalah bahwa dia tidak pernah ternoda oleh skandal.

Juga dia tampaknya berusaha bersama Felipe, untuk menyeret institusi monarki ke abad ke-21.

Keluarga kerajaan telah disederhanakan menjadi hanya keluarga dekat, dan serangkaian tindakan anti-korupsi telah diadopsi, seperti larangan hadiah, dan mengambil bagian dalam bisnis.

Hal ini diakui oleh Mábel Galaz, seorang jurnalis dan penulis Royal Letizia, biografi Tatu Spanyol yang baru saja diterbitkan di Spanyol.

Menurutnya baik Felipe dan Letizia telah bekerja sebagai tim untuk menjauhkan keluarga kerajaan dari skandal yang mengancam monarki.

"Dia sama sekali tidak memiliki hubungan dengan skandal apa pun yang telah membantu monarki," katanya kepada Euronews.

“Tapi kita tidak boleh lupa bahwa Felipe mengumumkan periode baru ketika dia menerima mahkota," lanjutnya.

"Dia ingin membuat keluarga lebih kecil, dan memperkenalkan reformasi, yang akan menghentikan kontaminasi di masa depan," tambahnya.

Ditambahkan, pasangan kerajaan ini juga telah mempromosikan Putri Leonor (17), pewaris takhta, sebagai wajah baru monarki modern.

Leonor sedang belajar untuk tahun terakhir sekolahnya di UWC Atlantic College di Wales, yang dikenal sebagai Hogwarts untuk Hippies.

Hal ini karena sekolah tersebut berada di kastil abad ke-12.

Ketika berada di Spanyol, Leonor telah memberikan pidato bersama adik perempuannya Sofia.

Calon ratu juga akan berlatih dengan angkatan bersenjata ketika dia tamat sekolah.

Di tengah permusuhan awal dari Juan Carlos, anggota lain dari keluarga kerajaan dan abdi dalem konservatif, Letizia berjuang untuk memenangkan Spanyol.

Pada awalnya, media Spanyol sering menggambarkannya sebagai orang yang jauh, dan tidak dapat didekati.

Tapi, sosok Ratu Spanyol ini telah berubah, sebagaimana terlihat dalam profilnya baru-baru ini di surat kabar El País.

Menurut Pilar Cancela, Sekretaris Negara Spanyol untuk kerja sama internasional, ratu adalah bantuan terpenting negara.

"Saya pikir dia dingin dan jauh, tapi ternyata dia profesional, normal, dan menyenangkan," ujarnya.

Namun, apa pun 'efek Letizia', skandal yang melanda keluarga kerajaan, telah mendorong dukungan untuk tujuan republik.

Sebuah jajak pendapat pada Juni 2022 digelar oleh El Confidencial, sebuah situs berita online.

Jajak pendapat ini menemukan bahwa 39 persen orang Spanyol mendukung penggantian monarki dengan republik.

Sementara 38,9 persen mendukung agar Keraaan Spanyol tetap ada.

Partai kiri-jauh, Unidas Podemos (Bersatu Kita Bisa), partai junior dalam pemerintahan koalisi Spanyol, juga ingin monarki tumbang.

Partai ini telah mendesak diadakannya referendum tentang masa depan monarki.

Tetapi, langkah itu telah ditentang oleh partai-partai politik lain, sehingga kecil kemungkinannya berhasil.

“Berturut-turut jajak pendapat telah menunjukkan bahwa Spanyol terbagi atas pertanyaan," kata José Manuel García.

"Ini tentang apakah kita harus memiliki monarki atau republik, dan bahwa kita harus mengadakan referendum tentang masalah ini,” lanjut ekonom dan juru kampanye republik.

Cerita ini telah diperbarui untuk mencerminkan bahwa mantan raja telah diberikan izin, sebagian untuk mengajukan banding atas keputusan tersebut.***

Sumber: Euro News

 

Editor: Tri Widodo

Sumber: Euro News


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah