Rupaya Seruah Adzan Bukan dari Rasulullah,Ia Bermula dari Mimpi Seorang Sahabat, Begini Kisah Lengkapnya

- 9 September 2022, 21:59 WIB
Dasar hukum azan dan iqomah.
Dasar hukum azan dan iqomah. /Tangkap layar Youtube Azan Merdu

BALIKPAPAN CITY - Siapa yang tak mengenal azan hari ini? Panggilan sholat untuk Umat Islam yang dikumandangkan lima kali sehari.

Bahkan, seruan azan diyakini secara keilmuan dkumandangkan sepanjang waktu mengingat perbedaan waktu dari seluruh dunia.

Lalu, tahukah kalian sejatinya azan bukan berasal dari Rasulullah secara langsung, melainkan dari seorang sahabat, bagaimana kisah lengkapnya? 

Pada zaman dahulu belum ada panggilan salat alias azan. Jadi salat dilakukan dengan cara orang berkumpul dahulu.

Baca Juga: Sederet Keistimewaan Hari Jumat Dalam Pandangan Islam, Mulai dari Rajanya Hari sampai Dikabulkannya Doa

Lalu Nabi Muhammad SAW berkeinginan untuk mencari cara dalam memberitahukan waktu salat. Namun belum ada azan.

"Beliau belum juga menemukannya,” kata seorang sahabat, Abdullah bin Zaid.

Pada masa-masa Islam awal di Madinah, umat Islam berkumpul di masjid untuk menunggu datangnya waktu salat.

Namun ketika waktu salat telah datang, tidak ada seorang pun yang memberitahukannya.

Baca Juga: Salman Rushdie Ditikam Orang Tak Dikenal di New York, Sosok Kontroversial Penghina Islam Lewat Buku The Satan

Mereka langsung salat saja, tanpa ada penanda sebelumnya. Seolah seperti tahu sama tahu.

Namun seiring dengan berkembangnya Islam, banyak sahabat yang tinggalnya jauh dari masjid.

Sebagian lainnya memiliki kesibukan yang bertambah hingga membuatnya tidak bisa menunggu waktu salat di masjid.

Menyaksikan situasi semacam ini, maka beberapa sahabat memberikan usul kepada Nabi Muhammad agar membuat tanda salat.

Baca Juga: Bacaan Doa Menyembelih Hewan Kurban Sesuai Syariat Islam

Sehingga mereka yang jauh dari masjid atau yang memiliki kesibukan bisa tetap menjalankan salat tepat waktu.

Para sahabat Nabi memiliki usulan yang beragam sebagai tanda masuknya waktu salat.

Ada yang mengusulkan agar menggunakan lonceng sebagaimana orang Nasrani.

Ada yang menyarankan menggunakan terompet seperti orang Yahudi.

Ada juga merekomendasikan untuk menyalakan api di tempat tinggi sehingga umat Islam yang rumahnya jauh dari masjid bisa melihatnya.

Namun semua usul tersebut ditolak.

Ketika kondisi umat Islam buntu seperti itu, dikutip dari Siah Nabawi (Ibnu Hisyam, 2018), seorang sahabat bernama Abdullah bin Zaid menghadap Nabi Muhammad.

Ia menceritakan bahwa dirinya baru saja bermimpi melihat seruan azan pada malam sebelumnya.

Dalam mimpi tersebut, Abdullah bin Zaid didatangi seorang berjubah hijau yang sedang membawa lonceng.

Semula Abdullah bin Zaid berniat membeli lonceng yang dibawa orang berjubah hijau tersebut untuk memanggil orang-orang kepada salat.

Namun orang tersebut menyarankan kepada Abdullah bin Zaid untuk mengucapkan serangkaian kalimat, sebagai penanda waktu salat telah datang.

Serangkaian kalimat azan yang dimaksud adalah:

Allahu Akbar Allahu Akbar, Asyhadu alla ilaha illallah, Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, Hayya ‘alash sholah hayya ‘alash sholah, Hayya ‘alal falah hayya ‘alal falah, Allahu Akbar Allahu Akbar, dan La ilaha illallah.

Nabi Muhammad kemudian meminta Abdullah untuk mengajari Bilal bin Rabah bagaimana cara melafalkan kalimat-kalimat tersebut.

Pada saat Bilal bin Rabah mengumandangkan azan, Umar bin Khattab yang tengah berada di rumahnya mendengar.

Ia segera menghadap Nabi Muhammad dan menceritakan bahwa dirinya juga bermimpi tentang hal yang sama dengan Abdullah bin Zaid.

Yakni azan sebagai tanda masuknya waktu salat.

Dalam satu riwayat, Nabi Muhammad juga disebutkan telah mendapatkan wahyu tentang azan.

Oleh karena itu, beliau membenarkan apa yang disampaikan oleh Abdullah bin Zaid tersebut.

Sejak saat itu, azan telah resmi sebagai penanda masuknya waktu shalat.

Menurut pendapat yang lebih sahih, azan pertama kali disayariatkan di Kota Madinah pada tahun pertama Hijriyah.

Seperti dilansir dari website NU Nganjuk, Bilal bin Rabbah termasuk muadzin pertama dalam Islam.

Setidaknya ada empat alasan mengapa Bilal dipilih Nabi menjadi muadzin, yaitu suaranya yang lantang dan merdu, menghayati kalimat-kalimat azan, berdisiplin tinggi, dan berani.

Bilal terus mengumandangkan adzan. Ketika Nabi Muhammad wafat, dia tidak bersedia lagi menjadi muadzin.

Alasannya, air matanya pasti akan bercucuran manakala sampai pada kalimat ‘Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah’ sehingga membuatnya tidak kuasanya melanjutkan azan.***

Editor: Tri Widodo

Sumber: umma.id


Tags

Terkait

Terkini