Tekanan Arab Saudi Membuat Milisi Yaman Miliki Penemuan Unik, Ranjau Bongkahan Batu Miliki Sinar Inframerah

- 9 September 2022, 17:38 WIB
Sebanyak 100 Milisi Houthi Tewas dalam Pertempuran di Wilayah Utara Yaman yang Kaya Minyak.
Sebanyak 100 Milisi Houthi Tewas dalam Pertempuran di Wilayah Utara Yaman yang Kaya Minyak. /Reuters

BALIKPAPAN CITY - Perlawanan Tentara Yaman atas pendudukan Arab Saudi rupanya membuat negara tersebut terus memunculkan senjata baru.

Satu di antaranya yang sangat misterius yakni ranjau berupa batu yang dilengkapi dengan sinar inframerah.

Kini Milisi Houthi atau Hutsi di Yaman diduga semakin menguasai teknologi canggih pembuatan ranjau darat.

Baca Juga: Lantik Dua Wanita untuk Jabatan Senior, Miliki Tugas Penting Mewaspadai Pergerakan Militer Iran hingga Arab

Ranjau yang disebar dari Lebanon selatan ke Yaman ini sudah dibuat baru, yang menyerupai batu atau bongkahan batu.

Ranjau ini dilengkapi dengan infra merah yang bisa memicu ledakan jika disentuh oleh lawan.

Teknologi jenis 'ranjau batu' ini berasal dari Israel, yang pernah digunakan selama perang di Lebanon.

Dilansir dari The International News, Sabtu, 27 Agustus 2022, teknologi ini kemudian dipelajari oleh milisi Hizbullah di Lebanon.

Baca Juga: Putri Raja Salman Ditunjuk Wakil Menteri Pariwisata, Siap Sukseskan Misi Pangeran MBS Arab Saudi 2030

Menurut pakar militer Israel, Hizbullah -yang seperti Hutsi juga dibiayai oleh Iran- kemudian mentransfer teknologi itu ke Hutsi.

Ranjau darat jenis ini ditemukan selama operasi pembersihan di Yaman bekerjasama dengan negara-negara Uni Emirat Arab (UEA)..

Yaman selama ini merupakan salah satu negara yang paling banyak memasang ranjau darat di dunia.

Pemasangan ranjau terus terjadi setelah hampir delapan tahun perang, meskipun jumlah pastinya masih belum diketahui.

Baca Juga: Teroris ISIS Gagal Meledakkan Diri di Mekah, Arab Saudi Siaga Penuh Jaga Madjid-masjid Suci

Penggali ranjau di Yaman berulangkali menemukan ranjau yang disamarkan sebagai batu dan bongkahan batu besar.

Veteran pekerjaan ranjau, Chris Clark mengakui ranjau tersebut mirip dengan yang digunakan oleh Israel di Lebanon.

Clark yakin, Hizbullah belajar membuat perangkat serupa, kemudian mengekspor pengetahuan dan komponennya ke Yaman.

“Kesimpulannya, Hizbullah mendukung Houthi dengan pelatihan dan dukungan teknis,” kata Clark.

Clark mengaku pertama kali menemukan 'ranjau batu' selama bekerja untuk PBB di Lebanon selatan, setelah penarikan Israel pada 2000.

Menurutnya, Libanon Selatan adalah wilayah pegunungan sehingga Israel bisa duduk di posisi yang dibentengi di atas bukit.

"Israel kemudian memerintah daerah itu sambil menembakkan senapan mesin secara langsung," tambahnya.

Tapi karena medannya sangat berbatu maka ada tempat-tempat tertentu yang tidak bisa dilihat oleh pasukan Israel.

Pasukan Hizbullah sangat menguasai medan di wilayah tersebut.

Mereka menggunakan tempat-tempat tersembunyi ini, termasuk di Wadi, kemudian menyelinap ke posisi Israel.”

Bahwa ranjau jenis itu merupakan teknolog Israel juga diakui oleh seorang mantan pejabat Tentara Nasional Lebanon,

Purnawirawan perwira militer ini pernah ditempatkan di Lebanon selatan pada 2003,

Menurutnyaa, ranjau-ranjau ini disembunyikan di bawah batu.

Hal ini agar keberadaannya tidak terdeteksi, terutama pada malam hari, saat jarak pandang rendah.

“Keberadaan ranjau-ranjau ini sering kami sosialisasikan, terutama kepada para petani yang tinggal, dan beroperasi di wilayah tersebut,” ujarnya.

Sekarang, dia menjabat sebagai direktur operasi khusus di Proyek Arab Saudi untuk Pembersihan Ranjau Darat (Masam),

Dia bahkan melihat versi yang lebih mematikan dari ranjau tersebut di Taman.

Ini khususnya di daerah-daerah yang direbut kembali dari Houthi oleh pasukan pemerintah.

“Kami menemukan salinan yang pada dasarnya memiliki konsep yang sama, tetapi dibuat secara lokal,” katanya.

“Buatan lokal ini memiliki kualitas yang lebih baik daripada yang dari Lebanon, dan juga menggabungkan sinar inframerah sebagai mekanisme pemicu," tambahnya.

Sekitar 80 persen dari hampir 136.000 ranjauyang telah dibersihkan adalah buatan lokal.

Sementara itu, Clark mengklaim bahwa temuan itu menimbulkan pertanyaan terkait asal komponennya.

Clark percaya, pengetahuan untuk merakit dan memproduksi ranjau ini berasal dari Hizbullah.

"Saya melihat ini muncul lagi, sedikit, setelah perang di Lebanon di Irak," jelasnya.

Iran menggunakan Hizbullah untuk mendukung beberapa kegiatan pemberontakannya di Irak.

"Kemudian kami mulai menemukan ranjau-ranjau jenis itu di Yaman," tambahnya.

Sementara itu, sebuah sumber militer Libanon tidak dapat memastikan bahwa ranjau Israel telah jatuh ke tangan Hizbullah.

Tetapi, ini tidak menutup kemungkinan.

Hutsi juga mengerahkan apa yang dikenal sebagai ranjau fragmentasi anti-personil 'terikat'.

Ranjau yang baru ini mulai muncul dalam beberapa bulan terakhir.

Biasanya ranjau ini terkait dengan pelat tekanan atau kabel trip, yang membutuhkan sedikit tenaga untuk diaktifkan.

Menurut Clark, ranjau anti-personil tradisional ini dirancang untuk digunakan hanya jika diinjak.

Tetapi, jenis ini dapat membunuh seseorang yang berdiri sejauh 15 meter, saat mereka melompat dari tanah.

"Ranjau ini kemudian akan meledak dalam lingkaran 360 derajat, melepaskan bantalan bola yang mematikan,” kata Clark.

Ditambahkan, ranjau ini pertama kali terlihat pada dekade 1990-an selama Perang Balkan.

Sementara versi aslinya sedikit lebih besar dari kaleng minuman ringan.

"Houthi memproduksinya dalam ukuran yang lebih besar," jelasnya.

“Bayangkan jika sesuatu seukuran ember melompat dari tanah dan meledak,” kata Clark.

Perangkat fragmentasi pembatas terbesar memiliki berat 75 kilogram, dan berisi sekitar 9.000 fragmen baja.

Ranjau ini juga membahayakan untuk kategori ranjau anti-personil.

Sebab, kemungkinan besar ranjau tersebut akan melenyapkan pula orang yang memicu perangkat itu.

Itu sebabnya Clark mengakui bahwa tidak mudah untuk membersihkan ranjau-ranjau tersebut di Yaman.

"Tapi, ada sisi positif dari pekerjaan yang dilakukan organisasi seperti Masam (lembaga pembersihan ranjau non-pemerintah dari Saudi)," katanya.

Ini karena pekerjaan pembersihan ranjau akan berjalan 10 kali lebih cepat setelah perang.

"Kita juga tahu apa yang harus diwaspadai, daripada jika tidak ada pekerjaan yang dilakukan selama konflik,” lanjutnya.

Ranjau darat telah menewaskan lebih dari 1.200 warga sipil di Yaman setelah pemberontak Hutsi merebut Sanaa, Ibukota Yaman pada 2014.

Selain itu, milisi ini juga berhasil menggusur Pemerintah Yaman yang diakui secara internasional.

Koalisi yang dipimpin Saudi melakukan intervensi pada tahun berikutnya.

Saudi kemudian rutin menjadi sasaran rudal dan drone berbahan peledak dari Hutsi.

Di Yaman, perang bertahun-tahun, kelaparan, dan kesulitan ekonomi, membuat ranjau darat menjadi bentuk mata uang.

Ini karena orang-orang mempertaruhkan nyawa mereka untuk menukar logam mematikan itu dengan uang tunai.

Dalam beberapa pekan terakhir, banjir besar telah menewaskan sedikitnya 50 orang.

Puluhan ribu keluarga pun telah mengungsikan dan menggali ranjau berbahaya.

Warga sipil, bagaimanapun, telah memanfaatkan ini, dengan harapan menghasilkan uang dengan menjualnya secara ilegal.

Pihak Masam menyatakan, warga sipil Yaman kerap terlihat menimbun ranjau darat dan alat peledak lainnya di rumah mereka.

Barang-barang ini dianggap sebagai rampasan perang.

Masam telah memimpin pekerjaan penggalian ranjau di daerah-daerah yang dibebaskan dai Hutsi di negara itu.

Menurut pihak Masam, beberapa anggota timnya telah didekati oleh penduduk setempat.

Mereka menanyakan tentang ranjau yang telah dikumpulkan oleh kelompok tersebut.

Di salah satu pasar senjata, Masam menemukan ranjau darat yang masing-masing dijual rata-rata 5.000 rial Yaman, atau 20 dolar AS.

Masam mengklaim selalu menolak ranjau dari pedagang lokal.

Ini karena Masam khawatir bahwa hal itu akan semakin mendorong penjualan ranjau di pasar gelap.

“Sebaliknya, Masam telah mengadaptasi kebijakan pangan untuk ranjau," kata direktur pelaksana dan manajer program Ousama Algosaibi.

“Di sinilah Masam menawarkan makanan dan benih yang bisa ditanam dengan imbalan ranjau darat yang dikumpulkan warga sipil," ujarnya.

Adapun pengambilalihan Sanaa oleh Hutsi pada 2014 telayh membawa bentuk peperangan yang brutal.

Dua jenis ranjau umumnya ditemukan di zona perang: ranjau anti-tank dan anti-personil.

Ranjau jenis terakhir dilarang oleh perjanjian internasional.

Menurut Algosaibi, ranjau anti-personil digunakan di Yaman sejak 2015 meskipun ada larangan.

Hutsi menggunakan metode yang lebih mematikan lagi, yakni memodifikasi ranjau anti-tank.

Ranjau ini memiliki hasil ledakan yang jauh lebih tinggi, untuk digunakan dalam kapasitas anti-personil.

Ranjau anti-tank biasanya membutuhkan berat sekitar 120 kilogram untuk diaktifkan, tanpa menggunakan pelat tekanan.

Namun, dengan sakelar pelat tambahan, granat ini hanya membutuhkan 1,8 kilogram untuk meledakkan, lebih dari cukup untuk membunuh seorang anak.

Kelompok Hutsi atau sering ditulis Houthi, secara resmi bernama Anshar Allah (Penolong Allah), gerakan Islam politik-bersenjata.

Hutsi muncul dari Sa'dah di Yaman utara pada dekade 1990-an.

Hutsi berasal dari sekte Syiah Zaidiyah, meskipun gerakan ini kabarnya juga termasuk Sunni.

Di bawah kepemimpinan Husain Badruddin al-Hutsi, Hutsi muncul sebagai oposisi Zaidi terhadap mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh.

Ini karena Saleh dituduh melakukan korupsi keuangan besar-besaran.

Saleh juga dikritik karena didukung oleh Arab Saudi dan AS dengan mengorbankan rakyat dan kedaulatan Yaman.

Menolak perintah Saleh untuk penangkapannya, Husein terbunuh di Sa'dah pada 2004 bersama dengan sejumlah pengawalnya oleh tentara Yaman,

Hal ini memicu pemberontakan Hutsi di Yaman.

Sejak itu, dilansir Wikipedia, kecuali untuk periode intervensi singkat, gerakan ini dipimpin oleh saudaranya Abdul-Malik al-Hutsi.

Gerakan Hutsi menarik pengikut Syiah Zaidi-nya di Yaman dengan mempromosikan isu-isu politik agama regional di medianya.

Ini termasuk konspirasi AS-Israel dan 'kolusi' Arab.

Pada 2003, slogan Hutsi adalah 'Allah Mahabesar, kematian bagi AS, kematian bagi Israel, kutukan orang Yahudi, dan kemenangan bagi Islam'.

Slogan ini kemudian menjadi slogan kelompok itu. Petinggi Hutsi, bagaimanapun, telah menolak penafsiran harfiah dari slogan tersebut.

Sasaran-sasaran gerakan ini termasuk memerangi keterbelakangan ekonomi.

Juga memerangi marginalisasi politik di Yaman sambil mencari otonomi yang lebih besar untuk wilayah mayoritas Houthi di negara itu.

Mereka juga mengklaim mendukung republik non-sektarian yang lebih demokratis di Yaman.

Kaum Hutsi telah menjadikan pemberantasan korupsi sebagai inti dari program politik mereka.

Hutsi mengambil bagian dalam Revolusi Yaman 2011.

Mereka awalnya berpartisipasi dalam protes jalanan dan dengan berkoordinasi dengan kelompok-kelompok oposisi lainnya.

Hutsi kemudian bergabung dengan Konferensi Dialog Nasional di Yaman.

Inilah bagian dari inisiatif Dewan Kerjasama Teluk (GCC) untuk menengahi perdamaian setelah kerusuhan.

Namun, Hutsi kemudian menolak ketentuan kesepakatan GCC pada November 2011.

Kesepakatan ini menetapkan pembentukan enam wilayah federal di Yaman.

Hutsi mengklaim, kesepakatan itu tidak secara mendasar mereformasi tata kelola.

Federasi yang diusulkan malah 'membagi Yaman menjadi wilayah miskin dan kaya'.

Hutsi juga khawatir kesepakatan itu merupakan upaya terang-terangan untuk melemahkan mereka.
Ini karena semua wilayah-wilayah yang dibagi-bagi itu di bawah kendali mereka.

Pada akhir 2014, Hutsi memperbaiki hubungan dengan mantan Presiden Ali Abdullah Saleh.

Dengan bantuannya, Hutsi mengambil alih ibukota, dan sebagian besar wilayah utara.

Pada 2014—2015, Hutsi mengambil alih pemerintahan di Sana'a dengan bantuan mantan presiden Ali Abdullah Saleh.

Mereka kemudian mengumumkan jatuhnya pemerintahan Abd Rabbuh Mansur Hadi saat ini.

Hutsi telah menguasai sebagian besar wilayah utara wilayah Yaman.

Kemudian sejak 2015, Hutsi menentang intervensi militer yang dipimpin Saudi di Yaman.

Intervensi tersebut berusaha mengembalikan Pemerintah Yaman yang diakui secara internasional.

Selain itu, kelompok militan Negara Islam telah menyerang semua kelompok besar yang terlibat konflik.

Ini termasuk Hutsi, pasukan Saleh, pemerintah Yaman, dan pasukan koalisi yang dipimpin Saudi.

Sementara itu, Hizbullah atau Hezbollah, juga rekan Hutsi, artinya 'Partai Allah' dalam bahasa Arab.

Inilah organisasi politik dan paramiliter dari kelompok Syiah yang didirikan pada 1982 dan berbasis di Lebanon.

Sejak didirikan, Hizbullah telah berkembang menjadi organisasi yang bercampur dengan struktur sosial Lebanon.

Hal ini dilakukan melalui layanan sosial, dan partisipasi aktif dalam politik.

Upaya ini dlakukan sambil menjaga serangan teror internasional dan operasi militer regional.

Kelompok ini secara rutin berselisih dengan Israel dan pengaruh barat di Lebanon.

Hizbullah juga terlibat dalam perang saudara di Suriah sebagai pendukung pemerintahan Presiden Bashar al-Assad.

Kelompok ini dianggap sebagai organisasi teroris oleh AS, Israel, Kanada, dan Australia.

Awalnya, para pemimpin Hizbullah mengklaim bahwa gerakan ini dimulai sebagai sebuah organisasi.

Profil tentang Hisbullah pertama kali ditayangkan serempak di stasiun televisi Kabdat Alla, siaran satelit, serta radio Al Nour dan Al-Manar.

Semua media ini menyiarkan 29 episode mengenai konspirasi di seluruh dunia dengan judul Al-Shatat.

Al-Shatat diklaim oleh pihak lain sebagai alat agitasi dan propaganda yang menyebarkan Antisemitisme.

Tiga bulan kemudian, Partai Sosial Demokrat Jerman (German Social Democratic Party/SPD) menggelar konferensi bersama di Beirut.

Bertema 'The Islamic World and Europe: From Dialogue to Agreement', konferensi tersebut bekerjasama dengan Departemen Riset Hizbullah.***

Sumber: The International News, Wikipedia

Editor: Tri Widodo

Sumber: The International News


Tags

Terkait

Terkini