Meninggalnya Ratu Elizabeth II Bagi Negara-negara Bekas Jajahan: Permintaan Maaf yang tak Pernah Terucap

19 September 2022, 00:25 WIB
Catherine, Princess of Wales bertemu orang-orang yang berkumpul di luar Sandringham Estate, setelah kematian Ratu Elizabeth Inggris, di Inggris timur, Inggris, 15 September 2022. /REUTERS/Marko Djurica

BALIKPAPAN CITY - Mayoritas orang Afrika, Asia, Karibia, dan di tempat lain di dunia termasuk Palestina memaknai kematian Ratu Elizabeth II dengan kemarahan.

Orang-orang yang disiksa, dihukum gantung, hidup terlunta-lunta, terus terjadi setelah Ratu Elizabeth II naik takhta pada 1952.

Wafat pada Jumat, 9 September 2022, kematian Ratu Elizabeth II ini mendulang ungkapan kemarahan, yang berbeda dengan pernyataan belasungkawa resmi.

Baca Juga: Kematian Ratu Elizabeth II Berbuah Duka Mendalam Warga Skotlandia, Tuntut Pembubaran Monarki

Belasungkawa ini memuji umur panjang dan layanan ratu selama 70 tahun.

Tapi, pembicaraan tentang kekejaman Kolonial Inggris mendadak marak di Afrika, Asia, Karibia, dan di tempat lain, setelah kematian tatu.

Di Afrika, dilansir dari The Associated Press, Minggu, 11 September 2022,
pembicaraan pun beralih ke warisan kolonialisme.

Pembicraan itu, dari perbudakan hingga hukuman fisik di sekolah-sekolah.

Baca Juga: Meninggalnya Ratu Elizabeth II, Berakhirnya Era Keemasan Kerajaan Paling Subur di Muka Bumi

Juga tentang artefak jarahan yang diinisiasi oleh lembaga-lembaga kebudayaan Inggris.

Bagi banyak orang Afrika, sang ratu datang untuk mewakili semua itu selama tujuh dekade di atas takhta.

Di Kenya, seorang pengacara bernama Alice Mugo membagikan secara online foto dokumen yang memudar dari tahun 1956.

Foto itu dikeluarkan empat tahun setelah pemerintahan ratu.

Menyusul beredarnya foto itu, Pemerintah Kerajaan Inggris bereaksi keras.

Inggris di era Elizabeth II yang masih belia, memerintahkan pemumpasan pemberontakan Mau Mau.

Baca Juga: Ratu Elizabeth II Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun, Penguasa 14 Kerajaan Itu Kini Digantikan Pangeran Charles

"Izin bergerak," tulis dokumen itu.

Lebih 100.000 orang Kenya ditangkap di kamp-kamp dalam kondisi yang suram.

Tahanan lain, seperti nenek Mugo, terpaksa meminta izin Inggris untuk pergi dari satu tempat ke tempat lain.

“Sebagian besar kakek-nenek kami tertindas,” cuit Mugo, beberapa jam setelah kematian ratu.

"Aku tidak bisa berduka," lanjutnya.

Tetapi, Presiden Kenya yang akan mengkahidi masa jabatan, Uhuru Kenyatta, mengabaikan mas alalu.

Padahal, ayahnya, Jomo Kenyatta, dipenjara selama pemerintahan ratu.

Ini terjadi sebelum ayahnya menjadi presiden pertama Kenya pada 1964.

Na,un, seperti kepala-kepala negara lainnya di Afrika, Uhuru mengatakan: “Sosok paling ikonik dari abad ke-20 dan ke-21."

Kemarahan datang dari orang-orang biasa di Afrika.

Beberapa menyerukan permintaan maaf atas pelanggaran masa lalu, seperti perbudakan.

Warga lainnya menyerukan tentang sesuatu yang lebih nyata.

“Persemakmuran negara-negara ini, kekayaan itu milik Inggris," kata Bert Samuels.

"Kekayaan itu adalah sesuatu yang tidak pernah dibagi,” lanjut anggota Dewan Nasional Reparasi di Jamaika.

Pemerintahan Elizabeth menyaksikan kemerdekaan yang diraih dengan susah payah dari negara-negara Afrika.

Negara-negara itu, dari Ghana hingga Zimbabwe, bersama dengan serangkaian pulau dan negara Karibia di sepanjang tepi Semenanjung Arab.

Beberapa sejarawan melihat Ratu Elizsabeth II sebagai seorang raja yang membantu mengawasi masa transisi.

Masa transisi tersebut, sebagian besar berlangsung damai dari kekaisaran ke persemakmuran.

Inilah sebuah asosiasi sukarela yang terdiri dari 56 negara dengan ikatan sejarah dan bahasa.

Hanya saja, ratu juga adalah lambang negara yang sering bertindak kasar terhadap orang-orang yang ditaklukkan.

Ada beberapa tanda kesedihan publik, atas kematiannya karena tak meminta maaf atas sepak terjang Inggris di Timur Tengah.

Di Timur Tengah, banyak yang masih menganggap Inggris bertanggung jawab atas tindakan kolonial.

Tindakan ini telah menarik sebagian besar perbatasan kawasan, dan meletakkan dasar bagi banyak konflik modernnya.

Pada Sabtu, 10 September 2022, penguasa Hamas di Gaza berbicara keras ke Inggris.

Hamas meminta Raja Charles III 'memperbaiki' keputusan atas mandat Inggris yang diklaimnya menindas orang Palestina.

Di Siprus yang terbagi secara etnis, banyak orang Siprus Yunani mengingat perang gerilya empat tahun.

Perang ini terjadi selama akhir dekade 1950-an untuk melawan pemerintahan kolonial.

Selama itu tak ada ketidakpedulian Ratu Elizabeth II atas penderitaan sembilan orang yang digantung oleh otoritas Inggris.

Menurut Yiannis Spanos, Presiden Asosiasi Organisasi Nasional Pejuang Siprus, ratu dianggap oleh banyak orang sebagai penanggung jawab tragedi itu.

Kini, dengan kematiannya, ada upaya baru untuk mengatasi masa lalu kolonial, atau menyembunyikannya.

India memperbarui upayanya di bawah Perdana Menteri Narendra Modi untuk menghapus nama dan simbol kolonial.

Negara ini telah lama bergerak secara terukur, bahkan menyalip ekonomi Inggris.

“Saya tidak berpikir kita memiliki tempat untuk raja dan ratu di dunia saat ini," kata Dhiren Singh.

"Karena, kita adalah negara demokrasi terbesar di dunia,” lanjut pengusaha berusia 57 tahun ini di New Delhi.

Ada beberapa simpati untuk Elizabeth II, dan keadaan di mana dia dilahirkan kemudian didorong ke dalamnya.


Di ibukota Kenya, Nairobi, seorang warga bernama Max Kahindi mengingat tentang kepahitan selama pemberontakan Mau Mau.

Max masih ingat tentang bagaimana beberapa orang tua ditahan atau dibunuh.

Tapi, menurut Max, ratu adalah 'seorang wanita yang sangat muda' saat itu.

Karena itu, Max yakin bahwa ada orang lain yang menjalankan urusan Inggris.

“Kami tidak bisa menyalahkan ratu atas semua penderitaan yang kami alami saat itu,” kata Kahindi.

Timothy Kalyegira.

Menurut analis politik di Uganda ini, ada 'hubungan spiritual' yang masih ada di beberapa negara Afrika, dari pengalaman kolonial hingga persemakmuran.

"Ini adalah momen kesakitan, momen nostalgia," ujarnya.

Usia dan kepribadian ratu yang bermartabat, dan sentralitas bahasa Inggris dalam urusan global, cukup kuat untuk meredam beberapa kritik.

Kalyegira menambahkan: "Dia lebih terlihat sebagai ibu dunia."

Pandangan yang beragam juga ditemukan di Karibia.

Beberapa negara kepulauan telah mencopot Raja Inggris sebagai kepala negara mereka.

“Anda memiliki kesadaran yang kontradiktif,” kata Maziki Thame.

Maziki adalah dosen senior dalam studi pembangunan di Universitas Hindia Barat di Jamaika.

Selama kunjungan Pangeran William pada 2022, Perdana Menteri Inggris mengumumkan, pulau-pulau itu sepenuhnya independen.

"Generasi muda bangsawan, tampaknya memiliki kepekaan yang lebih besar terhadap implikasi kolonialisme," kata Thame.

Selama kunjungan itu, William mengungkapkan tentang kkesedihan mendalam' untuk perbudakan.

Pernyataan prhatin datang dari Nadeen Spence, seorang aktivis.

Menurutnya, penghargaan untuk Elizabeth II di antara orang Jamaika yang lebih tua, tidak mengejutkan.

Masalahnya, kata Nadeen: "Dia dicitrakan oleh Inggris sebagai 'ratu baik hati, yang selalu menjaga kita."

"Tetapi, orang muda tidak terpesona oleh keluarga kerajaan," lanjutnya.

"Satu-satunya hal yang saya perhatikan tentang kematian ratu adalah dia telah meninggal," tambah Nadeen.

"Tapi, dia tidak pernah meminta maaf atas perbudakan," kata Spence. “Dia seharusnya meminta maaf.”***

Sumber: The Associated Press

Editor: Tri Widodo

Sumber: The Associated Press

Tags

Terkini

Terpopuler