Sebab, anak dapat mencontoh perilaku orangtua yang menganut gaya asuh strict parenting.
Saat orangtua mendisiplinkan anak dengan kekerasan, ancaman, paksaan, serta hukuman, bisa saja anak menjadi menirunya.
Alhasil, sifat membangkang, pemarah, agresif, dan impulsif dapat tertanam di dalam diri anak.
3. Membuat anak suka berbohong
Saat anak didisiplinkan dengan kekerasan, pengekangan, dan tanpa kasih sayang, rasa takut dapat muncul.
Untuk menghindari hukuman dari orangtuanya, mereka bisa berbohong.
Misalnya, anak dapat berperilaku baik di depan orangtuanya. Namun, saat sedang tidak di rumah, mereka bisa kembali melakukan perilaku buruk.
Ditambah lagi, orangtua strict parents tidak menyediakan kesempatan bagi anak untuk mengutarakan kejujuran.
Hal ini dapat membuat anak suka berbohong dan menyembunyikan sesuatu.
4. Menjadikan anak tukang bully
Mendidik anak menggunakan kekerasan bisa membuatnya menjadi pembully
Orangtua yang menggunakan kekerasan untuk mendapatkan apa yang mereka mau dari anaknya dapat mengundang sifat bully atau perundungan pada si kecil.
Anak-anak nantinya belajar bahwa mereka bisa menggunakan paksaan dan kekerasan untuk mendapatkan apa yang mereka mau dari teman-temannya.
Sebuah penelitian yang dimuat dalam American Psychological Association mengungkapkan.
Pola asuh otoriter dapat membuat anak menjadi tukang bully atau berteman dengan orang-orang yang suka bully.
5. Menjadikan anak tidak percaya diri
Dikutip dari sebuah penelitian yang dimuat dalam jurnal Adolescence, remaja perempuan yang dididik oleh orangtua otoriter tidak mampu membuat keputusan sendiri saat diberikan kesempatan. Hal ini terjadi karena mereka kurang percaya diri.
Memiliki orangtua dengan gaya asuh strict parents membuat anak-anak terbiasa didikte.
Mereka merasa tidak percaya diri untuk membuat keputusan sendiri karena takut keputusan yang dibuat nantinya salah.
6. Kurang mampu mengatur diri sendiri
Anak yang dibesarkan strict parents cenderung lebih banyak bertingkah.
Mereka kurang mampu mengatur perilakunya sendiri dan tidak memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah dengan efektif.
Sebab, dalam pola asuh ini, anak lebih sering diatur orangtuanya dan harus mengikuti apa yang dikatakan mereka.
7. Hubungan cenderung bermasalah
Anak-anak yang dibesarkan dengan strict parents yang otoriter cenderung lebih banyak mendapat penolakan dalam berteman dan memiliki hubungan yang bermasalah di masa depan.
Hal ini terjadi karena mereka kurang bisa mengatur emosinya dan memiliki keterampilan sosial yang buruk sehingga tidak bisa menjalin hubungan yang baik.
8. Memiliki motivasi yang rendah
Orangtua yang strict sering kali menuntut anaknya menjadi yang mereka inginkan.
Mereka akan mengontrol kegiatan ekstrakurikuler, jadwal kelas, dan acara sosial yang diikuti anak tanpa menerima masukan darinya.
Anak yang dibesarkan dengan gaya pengasuhan ini bukan hanya lebih memberontak, tetapi bisa memiliki motivasi dan inisiatif yang rendah.***